Senin, 19 Desember 2016

Tes Kepribadian MBTI

Nama Anggota Kelompok :
  1. Annisa Yuliandiani
  2. Ayu Rosita
  3. Citra Anggraeni A
  4. Izky Arsylla
  5. Leonie Damayanti
  6. Meylita Putri A
  7. Sastia juliana
Kelas   : 4PA06


Tes kepribadian adalah seperangkat alat tes yang disusun untuk mendeskripsikan bagaimana kecenderungan seseorang bertingkah laku. Tes kepribadian sebenarnya adalah deskripsi kualitatif dari kepribadian, bukannya deskripsi kuantitatif (angka-angka), karena sebenarnya kepribadian tidak dapat diukur, tetapi hanya dapat dideskripsikan. Untuk membantu menjelaskan kepribadian, alat tes kepribadian menggunakan bantuan angka-angka dan kemudian hasilnya dintrepretasikan/dideskripsikan kedalam kualitatif.
Saat ini ada banyak cara untuk mengikuti tes kepribadian salah satunya tes kepribadian memalui online, ada banyak tes kepribadian yang disedikan online salah satunya adalah tes kepribadian MBTI. MBTI adalah sebuah singkatan dari Myers-Birggs Type Indicator, yang merupakan sebuah psikotes yang dirancang untuk mengukur preferensi psikologis dalam melihat dunia dan mengambil keputusan. Psikotes ini dirancang untuk mengukur kecerdasan individu, bakat, dan juga tipe kepribadian. MBTI ini dikembangkan oleh Isabel Briggs Myers sejak tahun 1940 sejak saat itu sudah diperbaharui, dan divalidasi secara ketat selama lebih dari 70 tahun. Sebenarnya MBTI didasari pada jenis dan preferensi kepribadian dari Carl Gustav Jung, yang menulis Psychological Types pada tahun 1921.
Kemudian pada jaman sekarang dengan teknologi yang serba canggih, tes tersebut dapat dikombinasikan dengan teknologi sistem. Tes MBTI dapat dilakukan secara online serta cara penggunaannya yang mudah dipahami oleh semua kalangan usia, dengan cara menjawab beberapa pertanyaan yang disajikan pengguna dapat mengetahui mengenai kepribadiannya.
Berikut ini adalah singkatan yang digunakan untuk 16 jenis kepribadian yang dikategorikan dalam instrument tes kepribadian MBTI (Myers Birggs Type Indicator). Dalam Keirsey Temperament Sorter yang dikembangkan David Keirsey.
Dimensi Kepribadian MBTI:
·         E – Extraversion: Mereka bBiasanya merasa termotivasi melalui interaksi dengan orang lain. Mereka cenderung untuk menikmati jaringan perkenalan yang luas, dan mereka mendapatkan energi dalam situasi sosial.
·         N – Intuition: cenderung lebih abstrak. Mereka fokus pada gambaran besar daripada detail, dan kemungkinan masa depan daripada realitas yang ada.
·         T – Thinking: cenderung lebih menilai berdasarkan kriteria obyektif daripada kriteria pribadi. Ketika membuat keputusan, mereka umumnya memberikan bobot yang lebih pada logika daripada pertimbangan sosial.
·         J – Judgment: cenderung untuk merencanakan kegiatan mereka dan membuat keputusan di awal. Mereka mengontrol melalui prediktabilitas.
·         I – Introversion: cenderung tenang dan pendiam. Mereka umumnya lebih suka berinteraksi intensif hanya dengan beberapa teman dekat daripada dengan memilih dengan banyak orang, dan mereka mengeluarkan energi dalam situasi sosial, dan memperoleh energi saat menyendiri.
·         N – Intuition: cenderung lebih abstrak. Mereka fokus pada gambaran besar daripada detail, dan kemungkinan masa depan daripada realitas yang ada.
·         F – Feeling: cenderung menghargai pertimbangan pribadi dalam mengambil keputusan. Umumnya mereka sering lebih mengutamakan implikasi sosial daripada logika.
·         P – Perception: Cenderung menahan pendapat dan menunda keputusan, lebih memilih untuk “menjaga pilihan mereka tetap terbuka” sehingga dapat berubah sesuai kondisi.


Langkah-langkah Pengerjaan Tes Mbti Online :
·         Kemudian klik mulai tes pada table yang berwarna hijau.
Subjek diminta untuk menjawab beberapa pernyataan yang sesuai dengan
dirinya. pernyataan tersebut terdiri dari 60 pernyataan.













·         Setelah selesai menjawab 60 pernyataan tersebut, klik tampilkan hasil. Maka akan muncul tampilan hasil tes kepribadian MBTI (Myers Birggs Type Indicator).




·         Subjek mendapatkan hasil tes kepribadian ESTP (Extraversion, Sensing, Thinking, Perceiving).












ELEMEN SISTEM TES MBTI ONLINE

Keterangan :

  1. Pada input subjek diminta memasukkan identitas berupa usia dan jenis kelamin.
  2. Pada 60 pertanyaan yang disediakan pernyataan yang didalamnya mengenai hal-hal yang disukai atau yang disukai, aktifitas dan pandangan subjek.
  3. Pada output akan menghasilkan beberapa persentase mengenai kepribadian manakah yang lebih dominan pada diri subjek.

Kesimpulan :
Berdasarkan hasil dari tes kepribadian diatas bahwa hasil menunjukkan subjek memiliki kepribadian Introvert, yang dimaksud dari introvert adalah subjek pribadi yang tertutup dan pendiam. Kemudian subjek juga memiliki sifat yang dominan sensing yaitu subjek memiliki perasaan yang kuat atau insting yang baik. Dalam melakukan sesuatu subjek lebih menggunakan Thinking atau cara berpikir yang terbilang logic seperti membuat keputusan berdasarkan fakta-fakta. Lalu subjek tipikal pribadi yang dapat menerima kritikan dari orang lain.  






DAFTAR PUSTAKA
Feist, J., Feist, G. J. (2010). Teori Kepribadian Edisi 7 Buku 2. Jakarta: Salemba


Minggu, 30 Oktober 2016

Tugas 2


Untuk membangun sistem informasi psikologi, kita perlu menyiapkan kebutuhan untuk elemen sistem dan karakter sistem yang akan dibangun.
1.      Elemen Sistem
Elemen sistem adalah suatu bagian terkecil sistem yang dapat saling berhubungan dan terbentuk sehingga mampu untuk di identifikasi.
   a)    Tujuan
Digunakan oleh mekanisme pengendali untuk membandingkan sinyal umpan balik, dan mengarahkan sinyal pada elemen input bilsa sistem operasi perli dirubah
b)   Mekanisme Kontrol
Memantau transformasi, meyakinkan sistem bahwa tujuan tercapai. Dihubungkan pada arus sumberdaya dengan memakai suatu feedback loop (lingkaran umpan balik)
c)    Input
Mengalir melalui elemen transformasi, diubah menjadi sumberdaya output
                 d)   Proses
Mentransformasikan inpput  menjadi output
                 e)    Output
pertimbangan utama dalam elemen sistem dan hasil perubahan input melalui elemen transformasi.

2.      Karakteristik sistem
a)      Memilki komponen
Suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi, yang artinya saling bekerja sama membentuk satu kesatuan. Komponen-komponen sistem atau elemen-elemen sistem dapat berupa suatu subsistem atau bagian-bagian dari sistem. Setiap subsistem mempunyai sifat-sifat dari sistem untuk menjalankan suatu fungsi tertentu mempengaruhi proses sistem secara keseluruhan (Jogianto, 2005).
b)      Memiliki Batasan
Daerah yang membatasi antara suatu sistem dengan sistem yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya. Batasan suatu sistem menunjukkan ruang lingkup dari sistem tersebut (Jogianto, 2005).
c)      Memiliki Lingkungan
Apapun diluar batas sistem yang mempengaruhi operasi. Lingkungan luar sistem dapat bersifat menguntungkan dan sistem tersebut. Lingkungan luar yang menguntungkan berupa energi dari sistem dan dengan demikian harus tetap dijaga dan dipelihara, sedang lingkungna luar yang merugikan harus ditahan dan dikendalikan. Kalau tidak maka akan mengganggu kelangsungan hidup dari sistem (Jogianto, 2005).
d)     Memiliki Interface
Media penghubung antara satu subsistem dengan subsistem yang lainnya. Melalui penghubung ini memungkinkan sumber-sumber daya mengalir dari satu subsistem ke subsistem yang lainnya. Dengan penghubung satu subsistem dapat berintegrasi dengan subsistem yang lainnya membentuk satu kesatuan (Jogianto, 2005).
e)      Memiliki Input
Energi yang masuk ke dalam sistem, masukan dapat berupa masukan perawatan (maintenance input) dan masukan sinyal (signal input). Maintenance input adalah energi yang dimasukan supaya dapat beroperasi. Signal input adalah energi yang diproses untuk didapatkan keluaran. Sebagai contoh didalam komputernya dan data adalah signal input untuk diolah menjadi informasi (Jogianto, 2005).
f)       Memiliki Output
Hasil dari energi yang diolah dan diklafikasikan menjadi keluaran yang berguna dan sisa pembuangan. misalnya untuk sistem komputer, panas yang dihasilkan adalah keluaran yang tidak berguna dan merupakan hasil sisa pembuangan, sedang informasi adalah keluaran yang dibutuhkan (Jogianto, 2005).
g)      Memiliki Pengolah
Suatu sistem dapat mempunyai suatu bagian pengolah yang akan merubah masukan menjadi keluaran. suatu sistem produksi akan mengolah masukan berupa bahan baku dan bahan-bahan yang lain menjadi keluaran berupa barang jadi (Jogianto, 2005).
h)      Memiliki Sasaran atau Tujuan
Sebuah sistem sudah tentu mempunyai sasaran ataupun tujuan. Dengan adanya sasaran sistem, maka kita dapat menentukan masukan yang dibutuhkan sistem dan keluaran apa yang akan dihasilkan sistem tersebut dapat dikatakan berhasil apabila mencapai/mengenai sasaran atau pun tujuan (Jogianto, 2005).

3.      Model sistem informasi psikologi
Sistem informasi psikologi sendiri adalah suatu sistem yang terdiri kombinasi dari manusia, fasilitas atau alat teknologi, media, prosedur, dan pengendalian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyimpan data mengenai perilaku terlihat maupun tidak terlihat secara langsung serta proses mental yang terjadi pada manusia sehingga data tersebut dapat diolah menjadi informasi yang dapat digunakan untuk tujuan tertentu.
      E-Counseling merupakan salah satu bentuk nyata aplikasi teknologi informasi dalam bidang Psikologi. Internet menawarkan suatu proses psikoterapis yang menggunakan suatu media komunikasi yang baru, diamana melalui media tersebut mereka dapat memberikan intervensi psikoterapi, itulah ang disebut dengan E-Counseling atau E-mail counseling. Melalui internet, proses terapi dilakukan kemudian menyusun rencana dalam  melakukan intervensi psikologi secara face toface. Fungsi e-counseling yakni memudahkan dan membantu terapis untuk mengumpulkan data terkait dengan klien sebelum akhirnya klien sepakat untuk bertemu secara langsung untuk melakukan proses terapis selanjutnya. 




Daftar Pustaka
dir.unikom.ac.id/laporan-kerja-praktek/fakultas-teknik.pdf (diakses 29 oktober 2016, pukul 19.00 WIB)

Jogiyanto. 2005. Analisis & Desain Sistem InformasiPendekatan Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Yogyakarta: Andi









Senin, 03 Oktober 2016

Sistem Informasi Psikologi

  • Pengertian Sistem

Menurut Murdick dan Ross, sistem sebagai seperangkat elemen yang digabungkan satu dengan lainnya untuk suatu tujuan bersama. Pengertian sistem menurut Scott, terdiri dari unsur-unsur seperti masukan (input), pengolahan (processing), serta keluaran (output). Sementara menurut Mc.Leod, sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Suradinata, sistem adalah komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama lain dan memiliki aturan. Berdasarkan pengertian sistem diatas, maka dapat disimpulkan sistem adalah suatu kumpulan elemen atau komponen dari suatu unsur yang saling terorganisasi dan saling berinteraksi untuk suatu tujuan bersama.

  • Pengertian Informasi

Menurut Gordon B. Davis, informasi adalah data yang sudah diproses menjadi bentuk yang berguna bagi pemakai dan mempunyai nilai pikir yang nyata bagi pembuatan keputusan pada saat sedang berjalan atau untuk prospek masa depan. Menurut Cushing, informasi adalah keluaran dari suatu  pengolahan data (sistem informasi) yang telah diorganisir dan berguna bagi orang yang menerima. Menurut George, informasi yaitu data yang berguna yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan yang tepat. Berdasarkan pengertian informasi diatas, maka dapat disimpulkan informasi adalah data yang sudah terolah, terorganisir sehingga menjadi output yang berguna untuk pengambilan keputusan tepat.

  • Pengertian Psikologi

Menurut Morgan, psikologi adalah ilmu tentang perilaku manusia dan binatang, serta penerapannya pada permasalahan manusia. Menurut Plotnik, psikologi adalah studi sistematik dan ilmiah tentang perilaku dan proses mental. Psikologi menurut Wundt adalah ilmu tentang kesadaran manusia. Sedangkan menurut Branca psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia. Berdasarkan pengertian psikologi diatas, maka dapat disimpulkan psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku, proses mental dan kesadaran manusia.

Berdasarkan pengertian-pengertian dari para tokoh diatas, maka sistem informasi psikologi dapat diartikan sebagai sebuah komponen yang saling berinteraksi dan terorganisir untuk menemukan informasi yang berkaitan dengan ilmu psikologi sehingga dapat dijadikan sebagai pengambilan keputusan.










Daftar Pustaka

Fatta, A.H. (2007). Analisis dan perancangan sistem informasi untuk keunggulan bersaing perusahaan dan organisasi modern. Yogyakarta: ANDI

Basuki, A.M.H. (2008). Psikologi umum. Depok: Universitas Gunadarma

Chushing, B.E. (1992). Sistem Informasi Akuntansi dan Organisasi Perusahaan Edisi 3. Jakarta: Erlangga

Goerge, H.B.W.S.H. (2000). Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta: Salemba



Sabtu, 02 Juli 2016

Teori Terapi Humanistik


Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Terapi eksistensial berpacu pada bahwa manusia tidak bisa lepas dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan eksistensial humanistik mengutamakan pada filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan atau teori eksistensial humanistik yang menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesame, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya.
Konsep utama dari terapi humanistik eksistensial itu ada tiga hal yang pertama kesadaran diri yang dimana manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan, semakin kuat kesadaran diri seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu, kesadaran untuk memilih alternative-alternatif itu memutuskan secara bebas dalam batasannya, kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab, manusia bertanggung jawab atas keberadaannya dan nasibnya. Yang kedua ada kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan yang dimana kesadran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Lalu ada penciptaan makna yang diartikan manusia itu unik yang dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesame dalam suatu cara yang bermakna, karena manusia adalah makhluk rasional.
Contoh kasus :
Klien bernama Leon seorang mahasiswa, mungkin melihat dirinya sebagai dokter masa depan, tetapi nilainya yang dikeluarkan dari sekolah kedokteran ternyata dibawah rata-rata. Perbedaan antara konsep dirinya dengan ideal konsep dirinya dan realitas kinerja kademis yang buruk dapat menyebabkan kegelisahan dan kerentanan pribadi, yang dapat memberikan motivasi yang diperlukan untuk masuk terapi. Leon harus melihat bahwa ada masalah atau, setidaknya bahwa ia tidak cukup nyaman untuk menghadapi penyesuaian psikologis untuk mengeksplorasi kemungkinan untuk perubahan. Konseling berlangsung, klien dapat mengeksplorasi lebih luas keyakinannya dan perasaannya. Ia dapat mengekspresikan ketakutannya, rasa bersalah, kecemasan, malu, kebencian, kemarahan, dsb. Emosi diangap terlalu negatif untuk menerima dan memasukkan ke dalam dirinya. Dengan terapi, orang disortir kurang dan pindah ke penerimaan yang lebih besar dan integrasi perasaan yang saling bertentangan dan membingungkan. Ia semakin menemukan aspek dalam dirinya yang telah disimpan.
Sebagai klien ia merasa dimengerti dan diterima, ia menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap pengalamannya. Karena mereka merasa lebih aman dan kurang rentan, ia menjadi lebih realistis, menganggap orang lain dengan akurasi yang lebih besar, dan menjadi lebih mampu untuk memahami dan menerima orang lain. Individu dalam terapi datang untuk menghargai dirinya secara lebih dan perilakunya menjukkan lebih banyak fleksibilitas dan kreativitas. Ia menjadi kurang peduli tentang memenuhi harapan orang lain, dan dengan demikian mulai berperilaku dengan cara yang lebih benar untuk diri sendiri. Dapat lebih bebas untuk membuat keputusan, dan semakin percaya diri masuk untuk mengelola kehidupan ia sendiri.
Dari contoh kasus Leon dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu alasan klien mencari terapia dalah perasaan tidak berdaya dan ketidakmampuan untuk membuat keputusan atau secara efektif mengarahkan hidupnya sendiri. Mereka mungkin berharap untuk menemukan “jalan” melalui bimbingan terapis. Dalam kerangka orang terpusat, namun klien segera belajar bahwa mereka dapat belajar menjadi lebih bebas dengan menggunakan hubungan untuk mendapatkan diri yang lebih besar dari pemahaman.
Menurut saya, contoh kasus diatas tepat jika menggunakan pendekatan humanistik. Karena humanistik bersifat menyelesaikan masalah saat ini, dan pendekatan humanistik tepat diberikan kepada klien yang mengalami kecemasan, ketakutan, rasa bersalah,dan malu terhadap masalah yang sedang dihadapi. Dalam pendekatan humanistik terapis memberika masukkan yang sesuai dengan keadaan klien pada saat ini, mendengarkan dengan baik atas setiap keluahan dari klien sehingga klien merasa diterima dan dimengerti.



Senin, 11 Januari 2016

Review Jurnal Kepuasan Kerja

Judul                           : Hubungan Kepuasan Kerja, Motivasi dan Komitmen Normatif 

Dengan Kinerja Guru Smpn 1 Rantau Selatan-Labuhan Batu

Penulis Jurnal              : Rosita Bestiana
Volume                       : 9
No                              : 2
Tahun                         : Desember, 2012
Halaman                      : 187-200














PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hal serupa juga terjadi di SMP Negeri 1 Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu kenyataan yang terlihat di lapangan melalui studi pendahuluan bulan Februari yang lalu menunjukkan masih adanya guru belum melaksanakan tugasnya dengan baik layaknya sebagai seorang pengajar dan pendidik. Masih ditemukan beberapa guru terlambat masuk ke dalam kelas, meninggalkan tugas pada jam pembelajaran, belum memilih program pembelajaran yang mengacu kepada kompetensi, serta belum mampu membuat media pembelajaran yang sesuai untuk menarik perhatian siswa dalam menerima pembelajaran, kurang visioner dan kurang kreatif. Sehingga minat siswa untuk menerima pembelajaran cenderung kurang semangat, membuat banyaknya siswa yang jarang masuk kedalam kelas setiap harinya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kinerja guru masih rendah. Oleh sebab itu permasalahan ini tidak perlu dibiarkan berlarut-larut agar masalah pendidikan dapat teratasi sehingga kualitas pendidikan di Indonesia akan beranjak kearah yang lebih baik sehingga mampu bersaing di tingkat internasional. Oleh karena itu perlu dicari jalan keluar untuk memperbaiki kualitas kinerja guru.
Menurut Gibson, Ivan cevich dan Donnelly (1997:118), Kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan”. Hal ini mengandung makna kinerja akan baik jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.
Menurut Amstrong dan Baron (1998:16) ada lima faktor yang memengaruhi kinerja, yaitu: (1). Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu. (2). Leadership fators, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader. (3). Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja. (4). System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi. (5). Contextual /situasional faktors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Selanjutnya Atkinson (dalam Wibowo, 2007:99) mengindikasikan bahwa kinerja merupakan fungsi motivasi dan kemampuan. Dengan demikian, model persamaan kinerja = f (motivasi, kemampuan). Dari itu dapat dikatakan bawah motivasi akan dapat mempengaruhi kinerja seseorang.
Jika dugaan ini teruji maka konsep tentang hubungan keempat variabel kinerja, kepuasan kerja, motivasi dan komitmen organisasi dapat digunakan untuk menjelaskan dan menemukan alternative terhadap pemecahan masalah kinerja guru di SMP Negeri 1 Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kepuasan kerja, motivasi dan komitmen normatif dengan kinerja guru SMP Negeri 1 Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan mengetahui hubungan antara kepuasan kerja, motivasi dan komitmen normatif dengan kinerja guru SMP Negeri 1 Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk menunjukan bahwa kepuasan kerja guru, motivasi kerja dan komitmen normatif dapat dijadikan sebagai faktor dalam menentukan kinerja guru di SMPN 1 Rantau selatan Kab. Labuhan Batu.







BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Gorton  (1996:84)  mengemukakan ”Sekolah adalah suatu sistem organisasi, dimana terdapat sejumlah orang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah, yang dikenal sebagai tujuan instruksional”. Orang-orang yang bekerjasama itu diantaranya adalah guru. Guru sebagai salah satu faktor yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian keberhasilan proses belajar mengajar  yang  sangat dekat hubungannya dengan anak didik dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah, dengan demikian  kemampuan guru sangat menentukan  berhasil tidaknya  proses belajar mengajar.

Menurut Adler (1982:87) ”Guru merupakan  manusiawi yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan”. Sementara Griffin dalam  Bafadal (2006:4) mengemukakan dalam latar pembelajaran  di sekolah bahwa peningkatan mutu pendidikan sangat tergantung kepada tingkat kinerja guru. Jadi, diantara keseluruhan komponen  pada sistem pembelajaran di sekolah komponen yang paling esensial menentukan kualitas pembelajaran adalah guru. Ini berarti dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari ia harus berusaha untuk menolong anak dalam mencapai tingkat kedewasaan dan tetap berpegang teguh kepada azas pendidikan agar pendidikan kita semakin lebih baik.

Namun dalam kenyataannya bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih bermasalah. Betapapun pemerintah telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan melalui pemberian pelatihan kepada guru-guru, peningkatan penghasilan, pengadaan sarana dan prasarananapun belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa kinerja guru masih rendah. Oleh sebab itu permasalahan ini tidak perlu dibiarkan berlarut-larut agar masalah pendidikan dapat teratasi sehingga kualitas pendidikan di Indonesia akan beranjak kearah yang lebih baik sehingga mampu bersaing di tingkat internasional. Oleh karena itu perlu dicari jalan keluar untuk memperbaiki kualitas kinerja guru.

Menurut Amstrong dan Baron (1998:16) ada lima faktor yang memengaruhi kinerja, yaitu: (1). Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu. (2). Leadership fators, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader. (3). Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja. (4). System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi. (5). Contextual /situasionalfaktors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan  internal dan eksternal. Selanjutnya Atkinson (dalam Wibowo, 2007:99) mengindikasikan bahwa kinerja merupakan fungsi motivasi dan kemampuan. Dengan demikian, model persamaan kinerja = f (motivasi, kemampuan).

Dari  itu dapat dikatakan bahwa  motivasi akan dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Jika dugaan ini teruji maka konsep tentang hubungan keempat variabel kinerja, kepuasan kerja, motivasi dan komitmen organisasi dapat digunakan untuk menjelaskan dan menemukan alternatif terhadap pemecahan masalah kinerja guru di SMP Negeri 1 Rantau Selatan  Kabupaten Labuhan Batu.










BAB III
METODOLOGI


A.    Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metodelogi kuantitatif dengan pendekatan statistika inferensi.

B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMP Negeri 1 Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu, yang berjumlah 60 orang.

C.  Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket. Sebelum angket digunakan terlebih dahulu dilakukan ujicoba instrumen, untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen. Cara yang dilakukan yaitu dengan memberikan angket kepada guru yang terpilih sebagai responden uji coba sebanyak 32 guru diluar sampel.

E. Analisis Data
Model analisis data yang digunakan adalah sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis. Untuk menguji hipotesis digunakan analisis korelasi
dan keberartiannya diuji dengan  uji-t. Korelasi ganda diuji dengan analisis regresi ganda.




Pendapat kelompok kami mengenai jurnal ini cukup baik namun untuk selanjutnya sebaiknya digunakan faktor-faktor lain untuk meningkatkan kepuasan kerja guru, motivasi kerja dan komitmen normatif.

Selasa, 05 Januari 2016

Review Jurnal Job Enrichment


Judul                        : Pengaruh Job Enrichment terhadap Employee Engagement melalui                                                     Psychological Meaningfulness sebagai Mediator
Penulisan Jurnal        : Flavia Norpina Sungkit & IJK Sito Meiyanto
Volume                    : 1
No                           : 01
Tahun                      : 2015
Hal                          : 61-73




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 

Penentu  keberhasilan dan pencapaian tujuan organisasi selalu berkaitan dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat  sikap  kerja  karyawan  menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleH organisasi. Salah satu sikap kerja yang memberikan kontribusi terbaik sebagai prediktor performansi organisasi ialah engagement. Engagement  merupakan ekspresi    yang    dikehendaki    seseorang berkaitan dengan perilaku tugasnya, yang menghubungkan pekerjaannya dengan eksistensi personal (fisik, kognitif, dan emosional)  dan  peran  diri  secara  utuh. 
Dimensi fisik, kognitif, dan emosional merupakan energi yang mampu mendorong seseorang untuk bekerja secara optimal, sedangkan peran diri tergambarkan melalui kondisi psikologis. Dimensi fisik, kognitif, dan emosional diungkapkan melalui ekspresi diri yang menunjukkan identitas, pemikiran, dan perasaan sesungguhnya  (Kahn, 1990). Shorbaji, Messarra, dan  Karkoulian  (2011)  mengungkapkan bahwa engagement memang berkaitan dengan bagaimana seseorang mengevaluasi dirinya.

B. Rumusan Masalah
menguji  pengaruh  job  enrichment  terhadap employee engagement melalui psychological meaningfulness sebagai mediator.

C. Tujuan Masalah
Penelitian  ini  bertujuan  untuk  menguji  pengaruh  job  enrichment  terhadap employee engagement melalui psychological meaningfulness sebagai mediator.



BAB II 
KAJIAN PUSTAKA


      Markos dan Sridevi (2010) mengemukakan bahwa employee engagement menjadi kunci untuk meningkatkan performansi organisasi sehingga employee engagement merupakan proses dua arah antara karya- wan dan organisasi. Retensi, produktivi- tas, dan loyalitas ialah contoh berbagai hal yang menentukan employee engagement, yang kemudian juga berpengaruh terha- dap performansi organisasi. Sahoo dan Sahu (2009) menggambarkan tentang pen- tingnya employee engagement dalam pengembangan organisasi. Employee enga- gement yang baik mampu membawa organisasi menuju keberhasilan karena kemajuan organisasi saat ini bergantung pada kreativitas sumber daya manusianya. Van  Rooy,   Whitman,  Hart,   dan  Caleo (2011) mengungkapkan bahwa kurangnya employee engagement dapat berpengaruh terhadap proses bisnis organisasi, yang kemudian juga mengakibatkan turunnya performansi  organisasi. Robertson,  Birch, dan Cooper (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa produktivitas organi- sasi mampu diprediksi dengan baik oleh kombinasi antara employee engagement dan psychological well-being. Employee engage- ment juga dinyatakan sebagai salah satu prediktor terbaik bagi performansi (Dalal, dkk., 2012).

      Kondisi psikologis yang memengaruhi  seseorang  ketika  mengalami engage ialah psychological meaningfulness, availability, dan safety. Ketiga kondisi tersebut membentuk bagaimana seseorang melakukan  perannya  sebagai  karyawan.  Kahn (1990) mendeskripsikan psycho- logical   meaningfulness   sebagai   perasaan yang   diterima   dari   hasil   penggunaan energi fisik, kognitif, maupun emosional. Seseorang merasa dirinya bermakna apa- bila ia berguna dan berharga bagi organi- sasinya. Sebaliknya, kurangnya kebermak- naan terhadap pekerjaan membentuk perasaan kurang diharapkan sehingga peran   didalam   pekerjaan   juga   kurang dapat   dikembangkan.

    Job enrichment merupakan desain pekerjaan yang melibatkan sejumlah variasi isi pekerjaan, tingkat pengetahuan dan keahlian   yang   lebih   tinggi,   tanggung jawab dan otonomi yang lebih besar untuk merencanakan, mengarahkan, dan me- ngontrol  pekerjaan. Pekerjaan yang telah mengalami job enrichment menyediakan kesempatan bagi pekerjanya untuk mengembangkan diri dan merasa bermak- na (Monczka & Reif, 1986). Selain itu, job enrichment juga membuat pekerja memiliki loyalitas terhadap organisasi (Niehoff, Moorman, Blakely, & Fuller, 2001). Hackman, Oldham, Janson, dan Purdy (1975) mengungkapkan bahwa job enrich- ment didasari oleh lima dimensi pekerjaan, meliputi skill variety, task identity, task signi- ficant, autonomy,  dan feedback from the job itself. Skill variety menggambarkan pekerjaan  yang  memerlukan  variasi  aktivitas, task identity menggambarkan penyelesaian pekerjaan yang melibatkan semua tahap pekerjaan, task significant menggambarkan implikasi  pekerjaan  terhadap lingkungan luar, autonomy menjelaskan tingkat kebe- basan pekerja untuk mengatur pelaksa- naan  pekerjaannya,  dan  feedback  from  the job itself menjelaskan umpan balik yang diberikan pekerjaan terhadap performansi pekerjanya. Terpenuhinya kelima dimensi tersebut menunjukkan bahwa sebuah pekerjaan telah mengalami pengayaan.

     Oleh karena itu, hipotesis yang diaju- kan dalam penelitian ini adalah job enrichment mampu berpengaruh positif terhadap employee engagement melalui peningkatan psychological meaningfulness sebagai mediator.




BAB III
METODOLOGI

A. Pendekatan
Pengumpulan data yang menggunakan survei melalui self-reports

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini ialah seluruh karyawan tetap di sebuah perusahaan properti industri   yang berjumlah 163 karyawan.  Penentuan  subjek  penelitian  melibatkan seluruh anggota populasi sehingga peneliti     tidak     menggunakan     teknik sampling. Karyawan yang berpartisipasi sebagai subjek   penelitian  berasal   dari   berbagai level jabatan, meliputi General Manager, Kepala Divisi, Kepala Dinas, Kepala Seksi, dan Foreman. Selain itu, subjek penelitian juga berasal dari berbagai divisi, meliputi divisi  Pemasaran, SDM, Perbendaharaan, Akuntansi, Satuan Pengawasan Intern, Hukum dan Perizinan, Keamanan dan K3LH, Perencanaan Teknik, Logistik, Unit Otonom Hotel, Pengawasan Pembangun- an, Perkantoran dan Pergudangan, Corpo- rate Communication, System and Performance Management, Land Development, Land Operational,   serta   Sport  Centre.   Rentang usia subjek penelitian ialah 21–56 tahun dengan rentang lama bekerja  1–30 tahun dan tingkat pendidikan SMA, D1, D2, D3, S1, serta S2. Jumlah subjek laki-laki ialah 92  orang  dan  jumlah  subjek  perempuan ialah 20 orang.

C. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti melakukan penerjemahan skala dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia berdasarkan  teori yang diacu, kemudian melakukan  try  out  untuk  mengukur  reliabilitas dan seleksi aitem skala yang diadaptasi maupun skala yang disusun oleh peneliti. Peneliti melakukan try out terhadap karya- wan di perusahaan yang bergerak di bidang jasa serupa dengan perusahaan target. Jumlah subjek try out ialah 69 karyawan.

D. Analisis Data
Analisis regresi dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama merupakan analisis regresi variabel job enrichment terhadap employee engagement. Tahap kedua dilakukan dengan ana- lisis regresi pada job enrichment terhadap psychological meaningfulness. Tahap ketiga merupakan analisis regresi variabel job enrichment dan psycho- logical meaningfulness terhadap employee engagement.



      Menurut kelompok kami, hasil penelitian dalam jurnal ini sudah cukup baik namun masih cenderung subjektif terutama dalam penilaian pengaturan kerja karyawan.