Hubungan
interpersonal adalah ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan
isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika
kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga
menentukan relationship.
A.
Model – model hubungan interpersonal
1. Model
Pertukaran Sosial
Model
ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang
berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka dari teori
ini menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut: “Asumsi dasar yang
mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela
memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup
memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya“.
2.
Analisis Transaksional (AT).
AT dipergunakan untuk terapi
individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini
menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan
dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses
terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien.
Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan
sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
B.
Memulai Hubungan
1.
pembentukan kesan
Menurut sears dkk (1992) individu cenderung membentuk kesan panjang lebar atas orang lain berdasarkan informasi yang terbatas. Evaluasi : Kesan pertama. Menurut sears dkk (1992) aspek pertama yang paling penting dan kuat adalah evaluasi. Secara formal dimensi evaluatif merupakan dimensi terpenting diantara sejumlah dimensi dasar yang mengorganisasikan kesan gabungan tentang orang lain.
Menurut sears dkk (1992) individu cenderung membentuk kesan panjang lebar atas orang lain berdasarkan informasi yang terbatas. Evaluasi : Kesan pertama. Menurut sears dkk (1992) aspek pertama yang paling penting dan kuat adalah evaluasi. Secara formal dimensi evaluatif merupakan dimensi terpenting diantara sejumlah dimensi dasar yang mengorganisasikan kesan gabungan tentang orang lain.
Kesan
Menyeluruh untuk menjelaskan bagaimana orang mengevaluasi terhadap orang orang
lain, dapat dilakukan dari “kesan yang diterima secara keseluruhan”. Sears dkk.
(1992) membagi kesan menyeluruh menjadi dua, yaitu model penyamarataan dan model
menambahkan. Konsistensi individu cenderung membentuk karakteristik yang
konsisten secara evaluatif terhadap individu lainnya, meski hanya memiliki
sedikit informasi. Kita cenderung memandang orang lain secara konsisten dari
kedalamannya. Prasangka positif (dalam Sears dkk., 1992) adalah kecenderungan
menilai orang lain secara positif sehingga mengalahkan evaluasi negatif.
2.
ketertarikan interpersonal dalam memulai hubungan
Dalam
memulai hubungan diperlukan
tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan.
Ada empat faktor
penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:
a) keakraban (pemenuhan
kebutuhan akan kasih sayang antara komunikan dan komunikator).
b) Kontrol (kesepakatan
antara kedua belah pihak yang melakukan komunikasi dan menentukan siapakah yang
lebih dominan didalam komunikasi tersebut).
c) Respon
yang tepat (feedback atau umpan balik yang akan terima jangan sampai
komunikator salah memberikan informasi sehingga komunikan tidak mampu
memberikan feedback yang tepat).
d) Nada
emosional yang tepat (keserasian suasana emosi saat komunikasi sedang
berlangsung).
Ada
juga faktor yang mempengaruhinya yaitu :
Karakter
Pribadi
Kesamaan
Keakraban
Kedekatan
C.
Hubungan Peran
Model
peran. Diibaratkan sebagai sandiwara, setiap orang memerankan perannya sesuai
dengan aturan yang dibuat dalam suatu kelompok masyarakat. Berkembang dengan
baik apabila hubungan interpersonal setiap orang sesuai dengan peranannya.
Konflik.
Adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern) maupun
dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat
berupad perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence of
tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau
lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai
kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai
pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing. Substantive
conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan
kelompok,pengalokasian sumber dalam suatu organisasi, distrubusi kebijaksanaan
serta prosedur serta pembagaian jabatan pekerjaan. Emotional conflicts terjadi
akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan
penolakan, serta adanya pertantangan antar pribadi (personality clashes). Dalam
sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling
berkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam
sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan dengan komunikasi yang
tidak efektif yang menjadi kambing hitam.
Adequancy peran & autentisitas dalam hubungan peran
Kecukupan perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.
D.
Intimasi dan hubungan pribadi
Atwater
(1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
Dalam
suatu hubungan juga perlu adanya companionate love, passionate love dan
intimacy love. Karena apabila kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan
atau mungkin hanya salah satu di antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan
maka yang akan terjadi adalah hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan
langgeng atau awet, justru sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan
kenyamanan dari pasangannya tersebut sehingga yang terjadi adalah hubungan
tersebut bubar dan tidak akan ada lagi harapan untuk membangun hubungan yang
harmonis dan langgeng.
Komunikasi
yang selalu terjaga, kepercayaan, kejujuran dan saling terbuka pun menjadi
modal yang cukup untuk membina hubungan yang harmonis. Maka jangan kaget
apabila komunikasi kita dengan pasangan tidak berjalan dengan mulus atau selalu
terjaga bisa jadi hubungan kita akan terancam bubar atau hancur. Tentu saja itu
akan menyakitkan hati kita dan setiap pasangan di dunia ini pun tidak pernah
menginginkan hal berikut.
E.
Intimasi dan pertumbuhan
Secara
harfiah intimasi dapat diartikan sebagai kedekatan atau keakraban dengan orang
lain. Intimasi dalam pengertian yang lebih luas telah banyak dikemukan oleh
para ahli. Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan
yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan. Sullivan
(Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian
seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah
ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama
lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih
bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
Intimasi menurut Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu
bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik
antara dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan
saja pada hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di
sekeliling mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman
hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup.
Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi,
memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang
terjadi pada orang yang dekat dengannya.
Sumber
:
Aronson ,Elliot .(2005).social
psychology .upper saddle river :person prentice hall
Tidak ada komentar:
Posting Komentar