I. Pendahuluan
Seorang
pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian untuk memimpin, mempunyai
kemampuan mempengaruhi pendapat seseorang atau kelompok. Seorang pemimpin
adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan
percobaan, atau memimpin pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan bersama-sama.
1.Kepemimpinan
Definisi kepemimpinan(leadership) menurut para ahli
a. Ordway
Tead(1935): kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mau
bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan
b. Harold
Koontz & Cyrill O’Donnellc(1976): kepemimpinan adalah seni membujuk bawahan
untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan mereka dengan semangat keyakinan
c. Paul
Hersey dan Kenneth H. Blanchard(1982): kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
kegiatan individu atau kelompok dalam usaha mencapai tujuan dalam situasi
tertentu.
d. Gary
Yukl: kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan
setuju tentang apa yang perlu dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat
dilakukan secara efektif dan proses
memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
2. Teori Kepemimpinan Partisipatif :
a.
Teori X dan Teori Y dari Douglas
Mcgregor
Teori X
|
Teori Y
|
· Karyawan cenderung tidak suka(malas) bekerja, kalau mungkin
menghindarinya.
|
· Karyawan suka
bekerja.
|
·
Karyawan selalu ingin diarahkan.
|
· Karyawan yang
memiliki komitmen pada tujuan organisasi akan dapat mengarahkan dan
mengendalikan dirinya sendiri.
|
·
Manajer harus selalu mengawasi kerja.
|
· Karyawan
belajar untuk menerima bahkan mencari tanggung jawab pada saat bekerja.
|
Asumsi yang ada pada
Teori X cenderung negatif dan gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu
organisasi adalah gaya kepemimpinan petunjuk (directive leadership style). Gaya kepemimpinan ini sangatlah tepat
diterapkan pada karyawan yang menjadi bawahannya tersebut cenderung pasif,
malas bekerja, tidak kreatif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, peran
pengarahan yang dilakukan oleh manajer suatu organisasi menjadi sangatlah
dominan dan penting untuk kemajuan organisasi.
Sementara itu, asumsi yang dikembangkan
dalam Teori Y pada dasarnya cenderung positif dan gaya kepemimpinan yang
diterapkan adalah gaya kepemimpinan partisipatif (participative leadership style).
Karyawan yang pada dasarnya memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak
malas bekerja, ingin kerja mandiri dan memiliki komitmen yang tinggi dalam
mencapai tujuan suatu organisasi. Dalam gaya kepemimpinan partisipatif
tersebut, komunikasi yang dikembangkan antara manajer dan bawahan adalah
komunikasi dua arah.
Jadi dapat disimpulkan Teori X dan Teori
Y Douglas McGregor mengungkapkan bagaimana perilaku karyawan dalam bekerja dan
sekaligus bagaimana gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam situasi
lingkungan kerja yang berbeda, termasuk bagaimana komunikasi
antarpribadi(manajer dan bawahan) tersebut dikembangkan dalam lingkungan
kerjanya.
b. Teori Sistem 4 dari Rensis Likert
Gaya Kepemimpinan yang
berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil produksi dari sudut
pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four Systems Theory. Empat
Sistem Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :
1. Sistem
Otokratis Eksploitif
Pada sistem Otokratis
Eksploitif ini, pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja
dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode
pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin. Pemimpin tipe ini sangat
otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi
bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu arah ke
bawah (top-down).
Ciri-ciri sistem
otokratis eksploitif ini antara lain:
a. Pimpinan
menentukan keputusan
b. Pimpinan
menentukan standar pekerjaan
c. Pimpinan
menerapkan ancaman dan hukumaN
d. Komunikasi
top down
2. Sistem
Otokratis Paternalistic
Pada sistem ini,
Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan
untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Berbagai
fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang
telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu,
memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan
memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan
mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan
pengawasan yang ketat.
Ciri-ciri dri sistem
Otokratis Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:
a. Pimpinan
percaya pada bawahan
b. Motivasi
dengan hadiah dan hukuman
c. Adanya
komunikasi ke atas
d. Mendengarkan
pendapat dan ide bawahan
e. Adanya
delegasi wewenang
3. Sistem
Konsultatif
Pada sistem ini,
Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah
hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan
– keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih
digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Pemimpin mempunyai
kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan
(insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau
hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh
bawahan.
Ciri-ciri Sistem
konsultatif antara lain:
a. Komunikasi
dua arah
b. Pimpinan
mempunyai kepercayaan pada bawahan
c. Pembuatan
keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas
4. Sistem
Partisipatif
Sistem partisipatif
adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana
organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan
keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila pemimpin secara formal
yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan
pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, pemimpin tidak
hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba
memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Pemimpin
mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif ekonomi
untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai
kelompok kerja.
Ciri-ciri Sistem
Partisipatif antara lain:
a. Team
work
b. Adanya
keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
c. Komunikasi
dua arah (top down and bottom up)
c. Teori of Leadership Pattern
Choice dari Tannenbaum & Scmidl
Tujuh “pola kepemimpinan”
yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai
dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan,
tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Demokrasi (hubungan
berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh
bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh
penggunaan wewenang oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan
oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin
berkurang secara proporsional.
Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin
izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa
sering untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 2:
“Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat
keputusan.” Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi
setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang
terbaik.
Kepemimpinan Pola 3:
“Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin
membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari
baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
Kepemimpinan Pola 4:
“Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah
oleh kelompok.” Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan
menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang
mungkin lebih baik.
Kepemimpinan Pola 5:
“Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.” Contoh: Pemimpin tim
mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan
tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
Kepemimpinan Pola 6: “Para
pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang
benar.” Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan
bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu
adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 7: “Para
pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.” Contoh: Pemimpin
memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak,
dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.
d. Teori Kepemimpinan dari Konsep Modern
Choice Approach to Participation yang memuat Decicion tree for Leadership dari Vroom & Yetton
Konsep Decision Tree of Leadership dari Vroom & Yetton:
Salah satu
tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena
keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd
para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin
adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan
melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan
dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg
tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa
partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan
kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Normative
Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
* AI (Autocratic) : Pemimpin memecahkan masalah atau membuat
keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang ada.
* AII (Autocratic) : Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan
dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral
* CI (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan
bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara
unilateral.
* CII (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan
bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan
secara unilateral.
* GII (Group Decision) : Pemimpin membagi permasalahan dengan
bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi
terhadap konsensus.
e. Teori Kepemimpinan dari konsep Contingency
theory of leadership dari Fiedler
Kepemimpinan
tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin
mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan
situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang
dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa
tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik.
Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin
akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan
kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang
dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency
Approach. Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku
pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas
kepemimpinan. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin
kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal
yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi.
Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut
harus dipertimbangkan.
Fiedler
memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan
orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC,
yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan
orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya
para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low
LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Model
kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model
tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja
kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan
kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.
Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan
ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor
tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations),
struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
f. Teori kepemimpinan dari konsep path
goal theory
Salah satu
pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal. Teori path-goal adalah
suatu model kontingensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang
menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada
inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar dari
teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam
mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang
dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau
organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan
bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari
awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran
disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls
(Robbins, 2002).
Teori
Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku
individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan
valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan
produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang
mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model
path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang
membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Menurut teori path goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima
oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber
kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan
motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian
kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan
penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk
pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin.
Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative
leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler
tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat
fleksibel. Teori path goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan
beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model
kepemimpinan path goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam
berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh
motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan
pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path goal karena memfokuskan pada
bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan
pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menganjurkan
bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1.
Fungsi Pertama yaitu memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus
mampu membantu bawahannya dalam memahami bagai mana cara kerja yang diperlukan
dalam menyelesaikan tugasnya.
2.
Fungsi Kedua yaitu meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi
dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil
berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam
model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
1. Kepemimpinan pengarah (directive
leadership)
Pemimpinan
memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal
kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan
bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas
tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan
pengawasan.
2. Kepemimpinan pendukung (supportive
leadership)
Pemimpin bersifat ramah dan
menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua
bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan
kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan
interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan
pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan
pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3. Kepemimpinan partisipatif (participative
leadership)
Pemimpin partisipatif
berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum
mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan
motivasi kerja bawahan.
4. Kepemimpinan berorientasi prestasi
(achievement-oriented leadership)
Gaya kepemimpinan dimana
pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk
berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan
prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Dengan
menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan
faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha
untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan
motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan
tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang
efektif.
II. Penutup
Kepemimpinan adalah
kemampuan yang melekat. Kepemimpinan merupakan faktor utama yang mendukung
kesuksesan organisasi dalam mencapai suatu tujuan. Jadi, kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku, pikiran, sikap dari seseorang
atau sekelompok, baik secara langsung maupun tidak langsung tanpa adanya
paksaan dari pemimpin mereka tetapi karena mereka sendiri yang melakukannya
dengan sukarela.
Sumber :
Wahjosumidjo. 1993. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Sastrodiningrat. 1999. Kapita Selekta Manajemen dan Kepemimpinan.
Yogyakarta: IND-HILL-CO
Putong.I & Soekarso.2015.Kepemimpinan(kajian teoritis dan
praktis)
Purwanto.2006.Komunikasi Bisnis.Surakarta:Erlangga
Sarwono, Sarlito W. (2005). Psikologi Sosial
(Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.
Griffin,Ricky W.(2004).Manajemen jilid 1 edisi
7.Jakarta : Erlangga
Jurnal kepemimpinan : http://repository.petra.ac.id/15487/1/MAN00020203.pdf