Definisi perkawinan menurut Atwater(2005),
menurutnya : Marriage is the state of being married, usually the legal union of
two people.
Dalam definisi tersebut, perkawinan
dinyatakan sebagai bersatunya secara hukum antara dua orang. Di Indonesia,
perkawinan dijabarkan dalam UU No. 1 tahun 1974. Jadi bisa ditarik kesimpulan,
bahwa sebuah perkawinan pada dasarnya adalah hubungan yang relatif permanen
antara pria dan wanita, yang diakui secara hukum dan social dan melegimitasi
hubungan seksual antar keduanya, dan menetapkan pembagian tugas antar pasangan
dalam berbagai aspek yang termasuk dalam mengasuh anak dan ekonomi agar
tercapainya suatu keluarga yang bahagia. Tujuan perkawinan secara garis besar
untuk membentuk suatu keluarga dan bersifat selama-lamanya atau kekal.
A.
Memilih pasangan
Bagaimana dalam memilih pasangan ? ada
beberapa hal yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut yaitu :
1.
Pacaran,
ada
beberapa tahapan yakni
a. Casual dating
Pada tahap ini biasanya individu melakukan dating
dengan beberapa individu pada saat yang sama (kadang – kadang lebih dari satu
dalam satu malam).
b. Regular dating
Pada tahap ini individu lebih sering melakukan
dating hanya pada satu orang saja, dating dengan orang lain mulai berkurang
atau sama sekali berhenti.
Pada tahap ini hubungan dating sudah lebih
serius dan ditandai dengan adanya komitmen diantara pasangan, yaitu ditandai
denagn adanya pemberian suatu symbol komitmen tersebut. Misalnya dengan
memberikan cincin atau kalung. Apapun yang diberikan sebenarnya yaitu hanya
untuk menandakan atau memberitahukan (signify) orang lain bahwa pasangan
datingnya sudah ada yang punya dan hubungan tersebut serius.
d. Engagment
Pada tahap ini pasangan memberitahukan kepada
orang banyak bahwa mereka menikah dan secara tradisional biasanya ditandai
dengan cincin berlian atau penggantinya sebagai pasangan tunangan dan pasangan
yang akan dinikahi pada masa yang akan dating.
2.
Ada beberapa hal untuk memilih pasangan
- · Ketahui kekurangan pasangan kamu agar kamu
dapat memutuskan apakah kamu dapat menerima kekurangan tersebut atau tidak.
- ·
Beritahu kekurangan kamu kepada pasangan.
- ·
Bisakah kamu “membuka diri” untuk pasangan
kamu?
- ·
Intropeksi diri atau mencari kesalahan?
- ·
Mengenal perbedaan pria dan wanita.
- ·
Mengenal bedanya penasaran, sayang, suka,
cinta dan obsesi.
B.
Hubungan dalam perkawinan
- Seluk beluk
hubungan dalam perkawinan
Biasanya salah satu tanda kegagalan dalam
perkawinan yaitu perceraian. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Perceraian
adalah suatu perpisahan antara suami istri.
Banyak masalah yang dapat terjadi dalam suatu
hubungan keluarga yaitu diantaranya :
Ø kesulitan dalam ekonomi keluarga yang tidak
tercukupi
Ø perbedaan dalam pemikiran, sifat, prinsip, dan
watak
Ø hubungan antar keluarga yang kurang baik
Ø adanya wanita idaman lain (WIL) atau pria
idaman lain (PIL)
Ø masalah harta warisan
Ø kesalahpahaman antara kedua belah pihak
Dari masalah diatas biasanya yang menjadikan
alasan seseorang memutuskan untuk mengambil tindakan bercerai yakni
kesalahapahaman dan perbedaan dalam prinsip yang terjadi dalam perkawinan. Dari
kedua hal tersebut dapat memicu misskomunikasi. Tanpa kesadaran hal tersebut
dapat membuat mereka sulit dalam menghadapi problem apapun. Komunikasi yang
baik dan intern dapat melahirkan sikap saling terbuka dan suasana keluarga yang
nyaman. Tuhan pun memerintahkan agar setiap istri mematuhi dan menaati perintah
suaminya seperti menaati perintah Tuhan dan suamipun harus mengasihi istrinya
seperti dirinya sendiri. Namun pada kenyataannya tidak banyak orang yang dapat
melakukannya.
Sikap yang tidak peduli antar satu sama lain
dan gengsi untuk meminta maaf menjadi berkurang semangat dalam menyelesaikan
masalah. Pada akhirnya suami istri mengambil keputusan yang tidak efektif yaitu
perceraian. Berdasarkan banyak penelitian di dunia barat (Myers,
2002), terdapat beberapa faktor yang perlu di perhatikan agar cinta tetap ada
dalam perkawinan dan perkawinan tetap lestari, yaitu:
1. Orang
menikah dalam usia yang matang untuk hidup dalam hubungan suami dan istri.
2. Orang
mengalami tumbuh kembang di bawah pengasuhan orang tua yang lengkap.
3. Hubungan
yang cukup lama sebelum perkawinan.
4. Orang
memiliki pendidikan yang baik.
5. Orang
memiliki penghasial yang cukup.
6. Orang
tinggal dalam kota kecil.
7. Orang
tidak hidup bersama atau hamil belum menikah.
8. Orang
memiliki komitmen religus diantara kedua belah pihak.
C.
Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan
sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan
bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan
pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti
diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan,
sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait
dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya
hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah
perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan
kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat
menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit
mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri
dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan
lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita
belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah
hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu
mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi
merusak hubungan.
D.
Perceraian dan pernikahan kembali
Pernikahan bukanlah akhir kisah indah bak
dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui
masalah. Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang
membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua
kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin
mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya
dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama
menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk
menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun
bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa
anak. Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya
tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi,
semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan
kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi
pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan,
semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu
yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah
terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang
sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua
manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam
kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.
Seperti salah satu firman
Tuhan yang tidak setuju dengan perceraian dalam Matius 19:4-6
19:4 Jawab Yesus : “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang
menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki – laki dan perempuan?
19:5 Dan firman-Nya : Sebab itu laki – laki akan
meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
itu menjadi satu daging
19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena
itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia
Jika perceraian itu terjadi, Rasul Paulus
menasehatkan “jikalau ia bercerai, ia
harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya”. Karena bagaimanapun
Allah tidak setuju terhadap perceraian (Maleakhi 2:16 ; Matius 19:4-6). Tuhan
memperingatkan agar manusia kembali pada fitrahnya, yaitu bahwa sejak semula
Allah men-design intuisi perkawinan dengan mempersatukan dua menjadi satu
bagian.
E.
Alternatif selain pernikahan
Hidup sendiri (single life) adalah salah satu
pilihan hidup yang ditempuh seorang individu. Hidup sendiri berarti ia sudah
memikirkan resiko yang akan timbul sehingga mau tidak mau ia harus siap
menanggung segala kerepotan yang muncul dalam perjalanan hidupnya
Faktor-faktor Keinginan Hidup Sendiri :
a) Masalah ideologi atau panggilan agama
b) Trauma perceraian
c) Tidak memperoleh jodoh, misalnya ingin hidup sendiri
(menjanda atau menduda dan tidak mau menikah lagi)
Nilai Positif dan Negatif Hidup Sendiri :
1. Segi Positif Hidup Sendiri
a) Memperoleh nilai kebebasan. Individu merasa dapat
menikmati kebebasan melakukan berbagai aktivitas tanpa ada yang mengganggunya.
b) Kemandirian dalam pengambilan keputusan.
2. Segi Negatif Hidup Sendiri
Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan seksual. Setiap orang
yang menginjak masa dewasa muda, baik laki-laki maupun perempuan, tidak
dipungkiri memiliki dorongan biologis yang bersifat alamiah. Bila ia hidup
sendiri, kemungkinan besar seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual.
Sumber :
Atwater, E. (1993). Psychology of adjustment
(2th ed). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Atwater, E., & Duffy, K. G. (1999).
Psychology for living adjustment, growth, and behavior today (6th ed). New
Jersey:Prentice Hall, Inc.