Selasa, 25 Maret 2014

Mitos Gajah Putih Melanggengkan Kekuasaan


Gajah putih atau White elephant, sering kali disandarkan pada satu wilayah yang berbatasan dengan negara Malaysia, Kamboja, Laos dan Myanmar. Tepatnya adalah negeri Thailand yang memiliki luas lima ratus sepuluh ribu kilometer. Negeri yang dikenal memiliki toleransi sangat tinggi pada kebebasan beragama. Di negara – negara yang menganut Buddha ini hewan berbelalai panjang ini memang dianggap sebagai salah satu hewan suci. Hewan satu ini malah dianggap bisa memberikan kebahagiaan dan kekuasaannya bagi pemeliharanya.

Binatang yang di anggap suci

Bagi kerajaan Thailand, gajah putih adalah binatang suci yang menyimbolkan kekuasaan. Keberadaanya merupakan pertanda baik pada nasib dan kekuasaan. Raja Negeri Thailand Rama IX diyakini mencapai tingkat religious yang tinggi dalam kepercayaan setempat.
Alasanya karena dia berhasil mengumpulkan sepuluh gajah suci dari berbagai tempat. Teknologi komunikasi pada zaman ini sangat mendukung tingkat pencapaian tersebut. Semakin banyak jumlah gajah suci, maka diyakini semakin baik nasib kerajaan tersebut.
Gajah albino dengan tingkat warna putih yang dominan harus diperlakukan istimewa. Sang pemilik gajah harus melakukan pemeliharaan yang cermat dan baik. Perlakuan khusus ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Maka hanya golongan bangsawan atau seorang raja yang mampu melakukan perawatan mahal tersebut.
Selain itu, pemeliharaan yang kurang baik diyakini akan mengakibatkan nasib buruk, kebangkrutan usaha, hilangnya kekuasaan, dan malah kehancuran. Maka dalam mempertahankan kekuasaan, seringkali seorang pengusaha memberikan hadiah gajah suci itu kepada orang yang dianggap musuh.

Gajah putih  untuk melanggengkan kekuasaan


Dalam kepercayaan Hindu, India dan Indonesia. Dikenal seekor gajah yang diberi nama Airawata. Gajah ini digambarkan sebagai seekor gajah besar yang memiliki kemampuan terbang di angkasa luas. Dialah raja dari semua spesies gajah di dunia. Gajah dengan kulit tubuh berwarna putih ini diyakini sebagai binatang suci peliharaan Dewa Indra.
Gajah albino juga dimiliki Myanmar. Jenderal Than Shwe sebagai penguasa Myanmar meyakini bahwa dirinya salah satu keturunan sah tahta raja Burma. Klaim ini sangat dibutuhkan untuk melegitimasi secara histori pada absahan dan kelayakan identitas pewaris sah dari raja sebelum – sebelumnya.
Menurut informasi, pada tahun 2010 jenderal tersebut memiliki tiga ekor gajah yang memiliki warna merah muda dan satu ekor gajah dengan warna abu. Namun tetap saja gajah tersebut dikategorikan gajah warna putih yang melegenda. Ketiga gajah itu dipelihara dalam bangunan pavilium di wilayah Yangon.
Di daerah Nanggroe Aceh Darussalam. Gajah dengan warna putih albino sangat popular dalam kesenian Tari Guel. Tari ini merupakan bagian dari tradisi budaya Gayo. Di wilayah daratan tinggi Gayo, terdapat satu kabupaten yang diberi julukan Bumi Gajah putih. Tepatnya disandarkan pada Kabupaten Bener Meriah, Aceh Darussalam.
White elephant lebih membutuhkan biaya besar disbanding kegunaannya. Tetapi binatang ini memiliki nilai komersial yang tinggi. Dengan keyakinan tertentu, sangat terkait dengan nasib baik pemiliknya. Maka bagi penguasa, gajah istimewa ini menjadi syarat dan strategi untuk melanggengkan kekuasaannya. Anda tertarik memiliki gajah albino agar memiliki kekuasaan yang langgeng ? kalau mempunyai jiwa ingin selalu berkuasa, apapun akan dilakukan.
Tidak bagi orang yang bijaksana. Keyakinan bahwa setiap awalan pasti ada akhiran, akan membuat orang yang bijaksana ini mundur dari kekuasaan ketika ia merasa telah berhasil menjadikan hampir semua rakyatnya hidup senang. Ia tidak bangga ketika diakhir kekuasaannya keluarganya tambah kaya, hartanya membengkak sementara rakyatnya menderita. Langgengnya suatu kekuasaan itu harusnya ada hati rakyat yang dipimpin.
Walaupun ia tidak berkuasa secara harafiah, sesungguhnya ia tetap menguasai hati rakyatnya. Inilah pemimpin yang sesungguhnya. Tidak akan abadi kekuasaan yang dipaksakan dengan memberikan rasa takut atau rasa tidak nyaman di hati rakyat. Pemimpin yang sebenarnya itu tidak akan membuat rakyatnya merasa harus melakukan sesuatu. Rakyat akan melakukan apapun yang dikatakan pemimpin karena mereka tahu bahwa apa yang dilakukan itu baik untuk mereka dan bukannya demi kepentingan sang penguasa.
Sayangnya tidak banyak pemimpin yang seperti itu. Mereka ingin terus berkuasa demi kepentingan pribadi dan kepentingan perut serta wilayah dibawah perutnya. Kekuasaan yang tak terlepas dari prinsip tahta, harta dn wanita. Inilah yang membuat para penguasa yang tak memahami makna kekuasaan yang sesungguhnya rela melakukan banyak hal termasuk melakukan hal – hal yang bertentangan dengan hukum demi kelanggengan kekuasaan itu sendiri.
Bahkan semua anggota keluarganya pun ikut serta dalam kekuasaan itu sehingga benteng berlapis akan terbentuk. Dengan demikian semakin kuatlah kuasa keluarga itu terhadap wilayah yang mereka pimpin. Tidak heran juga banyak orang yang oportunis yang mendekat kepada penguasa seperti ini demi mendapatkan jatah kekuasaan walaupun sedikit. Kekuasaan itu memang identik dengan harta yang menggiurkan.
Penghormatan yang didapatkan oleh banyak orang menjadi salah satu hal yang menyenangkan sehingga banyak penguasa yang tidak mau kehilangan semua hak yang begitu indah itu. Kalau bisa, hingga mereka matipun orang akan tetap mengagungkannya. Pembuatan patung atau nama jalan dengan namanya hingga diabadikan dalam bentuk uang dan museum. Keinginan demi keinginan yang tidak masuk akal orang bijaksana mungkin telah membuat banyak orang yang sedang berkuasa menjadi hilang kendali atas hatinya.

Sumber : http://www.anneahira.com/gajah-putih.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar